a.
Pelayuan pucuk
Pucuk teh yang telah dipetik akan
terjadi perubahan – perubahan senyawa polisacharida dan protein. Ini
mengakibatkan perubahan gula didalam daun yang dilayukan. Kandungan asam amino
akan meningkat demikian pula dengan asam - asam organik lainnya. Semua
perubahan ini dalam istilah pengolahan disebut sebagai proses pelayuan hal ini
memberi pengaruh terhadap mutu teh.
Perubahan – perubahan kimiawi ini akan
terganggu apabila pucuk terkena udara panas secara berlebihan atau pucuk
mengalami kerusakan mekanis. Agar pucuk dapat digiling dengan baik pada proses
penggilingan maka pucuk harus lentur. Oleh sebab itu kandungan air pucuk harus
dikurangi dengan cara menghembuskan angin dengan RH rendah melalui pucuk.
Pelayuan fisik ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan udara panas dengan
waktu kurang dari 6 jam.
Kerataan tingkat layu fisik sangat
menentukan mutu teh. Hasil petikan pucuk yang kasar dan rusak tidak akan
menghasilkan mutu yang baik. Kira – kira 65 % air yang terkandung di dalam
pucuk segar harus dihilangkan selama proses pelayuan, agar pucuk layu cukup
lentur dan lemas untuk dapat digiling tanpa terpotong-potong.
Di dalam praktek pelayuan dilakukan
dengan menggunakan kontak layuan ( Witehring trough ) atau dengan menggunakan
rak – rak kayu yang ditumpuk. Di ujung kotak atau rak terdapat kipas yang
berfungsi untuk menarik hawa panas yang dihasilkan dari mesin pengeringan yang
terletak disebelah bawah kamar pelayuan.
Penggilingan Pucuk Layu
Penggilingan Pucuk Layu
Tujuan utama penggilingan dalam pengolahan
teh hitam adalah :
·
Mememarkan dan menggiling seluruh bagian pucuk
agar sebanyak mungkin sel – sel daun mengalami kerusakan sehingga proses
fermentasi dapat berlangsung secara merata.
·
Memperkecil daun agar tercapai ukuran yang
sesuai dengan ukuran grade – grade teh yang diharapkan oleh pemasaran.
·
Memeras cairan sel daun keluar sehingga
menempel pada seluruh permukaan partikel – pertikel teh.
b.
Mesin – mesin dan peralatan yang
digunakan terdiri dari :
Mesin penggilingan Open Top Roller( OT )
yaitu sebuah selinder yang terbuka di bagian atasnya dan bergerak memutar
horizontal di atas sebuah meja yang dilengkapi dengan jalur – jalur gigi dan
kerucut tumpul pada titik pusatnya, alat ini terbuat dari bahan metal
yang tahan karat dimana kecepatan putarannya 42 rpm.
Mesin penggiling press Cap Roller ( PC )
yang bentuknya sama dengan OT. Hanya saja penekan atau press cap untuk
memberikan tekanan pada teh yang sedang digiling.
Mesin giling Rotervance ( RV ) yaitu
sebuah silinder yang berukuran garis tengah inci ( 20 cm ) yang diletakan
horizontal. Di dalam selinder ini terdapat as yang dilengkapi dengan sirip –
sirip spiral pengisi. Pada bagian ujung terdapat plat pengatur tekanan
berbentuk silang. As berputar dengan kecepatan 40 – 46 rpm tergantung dari
kebutuhan.
Mesin ayak pemecah gumpalan teh atau
Ballbreaker sifter ( BBS ). yang berputar horizontal dengan rpm 140 dilengkapi
dengan konveyor pengisi untuk mengatur kerataan jumlah teh yang diayak.
Proses penggilingan dapat juga dikatakan
proses sortasi basah., karena pada tahap ini hasil penggilingan akan berbentuk
beberapa jenis bubuk teh : bubuk – 1, bubuk- 2, bubuk-3, bubuk-4 dan yang
paling kasar disebut badag. Bubuk –1 dihasilkan dari pengayakan hasil pertama
dari gilingan kedua dan demikian selanjutnya.
Urutan proses penggilingan di pabrik teh
Maleber disusun sebagai berikut ( salah satu dari program giling ) : gilingan
pertama menggunakan OT selama 40 Menit gilingan kedua : seluruh hasil gilingan
pertama digiling ulang dengan rotervane 8” pengayakan hasil gilingan rotervane
8” (bubuk–1).Penggilingan ketiga menggunakan PC untuk sisa pengayakan ke-1
pengayakan hasil gilingan PC ( bubuk – 2 ). Penggilingan keempat menggunakan PC
untuk sisa pengayakan ke-2 pengayakan hasil gilingan PC ( bubuk –3 dan badag ).
Penggilingan PC memakan waktu 30 menit
dengan pemberian tekanan 2 x 10 menit dan melepas tekanan ( Kirab ) 2 x 5
menit.
Berbagai jenis program digunakan dalam
praktek oleh pabrik – pabrik teh hitam di Indonesia. Dalam hal ini yang
diperhatikan adalah bahwa proses penggilingan ini disertai oleh proses
fermentasi.
Proses fermentasi memerlukan pengaturan
waktu yang tepat. Oleh sebab itu setiap program giling harus di tunjang oleh
kelengkapan mesin yang tepat dan cukup jumlahnya dengan layout penempatan yang
tepat pula. Kesemuanya disesuaikan pula dengan potensi hasil kebunnya. Mutu
hasil akhir pengolahan teh hitam yang mantap ( konstan ) dari hari ke hari,
merupakan tujuan yang utama.
Didalam tahap proses penggilingan ini
pula, dipersiapkan dan dibentuk ukuran teh, sehinnga pada tahap sortasi teh
tersebut sudah dalam ukuran yang sama.
Hasil penggilingan dan pengayakan basah
yang baik, adalah yang dapat menghasilkan persentase yang setinggi mungkin
untuk bubuk 1 dan 2 dengan ukuran teh yang kecil. Persentase bubuk 1 dan bubuk
2 harus sama dengan persentase bagian muda atau halus dari analisa
pucuknya, dan kisama pula dengan persentase mutu ke 1 hasil sortasi keringnya.
Waktu lama fermentasi dihitung ketika
pucuk layu masuk kedalam mesin giling petama sampai bubuk hasil giling pertama
dimasukan kedalam mesin pengering. Agar semua bubuk basah yang dihasilkan
setiap penggilingan mengalami waktu lama fermentasi yang sama, diperlukan
perhitungan penyesuaian output gilingan dan input ( kapasitas ) mesin
pengeringnya . Untuk itu setiap bubuk hasil penggilingan harus ditimbang dan
dicatat. program giling diatas ternyata dapat menghasilkan bubuk 1 dan bubuk 2
masing –masing 30 % dan 40 % ( jumlah 78 % sampai 80 %).
Ruang penggilingan memerlukan kelembaban
udara 95 % untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan air dari teh yang sedang
digiling. Khususnya bubuk basah yang sedang menungggu giliran masuk kedalam
mesin pengering. Pengurangan kadar air dalam bentuk basah dapat menghambat
proses oksidasi. Udara dalam ruangan harus segar dan cukup karena proses
oksidasi memerlukan oksigen yang cukup pula.
Karena teh sangat peka terhadap
bau-bauan, maka ruangan dan peralatan harus dijaga agar selalu bersih dan tidak
bau. Air yang bersih untuk mencuci peralatan dan lantai ruangan harus cukup
tersedia.
c.
Pengeringan
Selain menghentikan proses oksidasi dalam
bubuk teh basah, pengeringan bertujuan pula untuk menurunkan kandungan air
didalam teh sampai +3 % kandungan air yang rendah ini bertujuan agar hasil
pengeringan dapat mempertahankan mutu baiknya.
Mesin pengering konvensional yang hingga
sekarang masih banyak digunakan industri teh hitam, adalah Endles Chain
pressure Dryer ( ECP ). Mesin ini mengeringkan teh diatas rantai – rantai baki.
Mesin dengan rantai – rantai baki 2 tingkat disebut “two stage ECP” yang
bertingkat 3 disebut “three stage ECP” dan yang 4 disebut “four stage ECP”.
Jenis ECP yang mutakhir yang banyak digunakan adalah jenis two stage.
Udara panas dengan suhu + 98°C
dihembuskan dari bawah melalui lapisan teh diatas rantai terbawah kemudian
keluar melalui lapisan teh diatas rantai baki paling atas. Suhu udara yang
keluar dari mesin pengering ada sekitar 49°C kurang lebih 20 menit diperlukan
untuk mngeringkan teh bubuk hingga kadar airnya mencapai 3 %.
Proses pengeringan bersama dengan proses
penggilingan merupakan bagian dari pengolahan teh hitam yang harus dijalankan
sesuai dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan.
d.
Sortasi keringan dan penyimpanan
Tujuan utama dari sortasi kering ini
adalah memisahkan ukuran – ukuran teh yang terjadi akibat proses penggilingan
menjadi kelompok – kelompok grade teh yang sesuai dengan permintaan pasaran teh
sekarang ( Internasional ). Karena teh kering sangat peka terhadap kelembaban
udara (sangat higroskopis) maka proses sortasi kering ini harus dilaksanakan sesederhana
dan secepat mungkin.
Grade – grade ( jenis- jenis ) teh hitam
yang dihasilkan sebagian besar oleh pabrik – pabrik di Indonesia sekarang
adalah :
·
BOP = Broken Orange Pecco
·
BOPF = Broken Orange Pecco Pannings
·
PF = Pecco Panings
·
Dust
·
BP = Broken Pecco
·
BT = Broken Tea
Persentase grade pertama ini umumnya
dapat mencapai 70 % hingga 85 % dari semua teh yang dihasilkan tergantung dari
mutu standar petikan dan kondisi pucuknya. Besar kecilnya ukuran, sehingga
sesuai dengan permintaan standar ukuran pasaran teh hitam, tergantung dari
standar petikan, derajat layuan dan program gilingnya.
Mesin – mesin pengayak yang digunakan
dalam sortasi kering, dibedakan satu dengan yang lainnya oleh jenis geraknya.
Rotating sifter adalah mesin ayak yang gerakannya berputar horizontal.
Sedangkan yang gerakannya maju mundur disebut mesin ayak Reciprocating dan yang
naik turun disebut Vibrating Sifter disamping itu mesin pemisah tulang
Electrostatic Stalk Separator. Winnower adalah mesin pemisah ukuran teh menurut
berat jenis dengan menggunakan kipas penghisap angin.
Mesin ayak yang gerakannya maju mundur
digunakan untuk memisahkan ukuran – ukuran yang bentuknya memanjang dari ukuran
– ukuran teh yang bentuknya bulat.
Segera setelah selesai proses sortasi
kering ini, semua teh ditimbang menurut jenis gradenya untuk kemudian dimasukan
kedalam peti penyimpanan ( peti miring atau tea bin ). Dapat dibedakan bahwa
sejumlah hasil timbangan grade-grade teh tersebut akan lebih besar dari pada
berat teh keringnya. Besar kecilnya persentase overweight ini tergantung dari
kelembaban udara ruang sortasi dan lamanya waktu yang diperlukan untuk proses
sortasi.
Penyimpanan teh dalam peti miring akan
memberikan kesempatan bagi suatu proses pematangan mutu dan mengumpulkan teh
menurut jenisnya sehingga dapat di kemas dalam jumlah yang sama pada setiap
kali pengepakan.
Semua rangkaian kegiatan proses produksi dari mulai
pelayuan s/d sortasi masih menggunakan system ortodok (jaman dulu), namun
hasilnya tidak kalah dengan system yang modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar