A. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAMAN
TEH
Tanaman teh merupakan
tanaman subtropis yang sejak lama telah dikenal dalam peradaban manusia. Penanaman
botani tanaman ini memiliki sejarah sendiri.
Dalam buku Species
Plantarum, menamakan tanaman ini sebagai Thea sinensis.
Kemudian, selama bertahun-tahun, diperkenalkan dua nama ilmiah oleh para ahli
botani, yaitu Camellia thea di India dan Sri Lanka dan Cohen
Stuart dari Indonesia menggunakan nama Camellia theiufera. Tetapi
sekarang terdapat keseragaman nama ilmiah untuk tanaman ini yaitu Camellia
sinensis (L) yang di-perkenalkan oleh O. Kuntze (Eden, 1956). Tanaman
teh termasuk marga (genus) Camelia dari famili Theaceae.
Menurut Graham (1984),
tanaman teh (Camellia sinensis) diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
:
Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub Kelas
:
Dialypetalae
Ordo
: Clusiales
Familia : Theaceae
Genus
: Camellia
Spesies
: Camellia sinensis
Iklim
untuk budidaya teh yang tepat yaitu dengan curah hujan tidak kurang dari 2.000
mm/tahun. Tanaman ini memerlukan matahari yang cerah. Suhu udara harian tanaman
teh adalah 13-25o C. Kelembaban kurang dari 70%. Untuk media
tanamnya jenis tanah yang cocok untuk teh adalah Andasol, Regosol, dan Latosol.
Namun teh juga dapat dibudidayakan di tanah podsolik (Ultisol), Gley Humik,
Litosol, dan Aluvia. Teh menyukai tanah dengan lapisan atas yang tebal,
struktur remah, berlempung sampai berdebu, dan gembur. Derajat kesamaan tanah
(pH) berkisar antara 4,5 sampai 6,0. Berdasarkan ketinggian tempat, kebun teh
di Indonesia dibagi menjadi tiga daerah yaitu dataran rendah sampai 800 m dpl,
dataran sedang 800-1.200 m dpl, dan dataran tinggi lebih dari 1.200 m dpl.
Per-bedaan ketinggian tempat menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan kualitas
teh. Ketinggian tempat tergantung dari klon, teh dapat tumbuh di dataran rendah
pada 100 m dpl sampai ketinggian lebih dari 1000 m dpl (Setyamidjadja,
2000).
C. PERSIAPAN LAHAN
Persiapan lahan dimulai
dengan pembongkaran tunggul-tunggul dan pohon sampai ke akar agar tidak
menjadi sumber penyakit akar. Lahan yang digunakan untuk penanaman baru
dapat berupa hutan belantara, semak belukar atau lahan pertanian lain, yang
telah diubah dan dipersiapkan bagi tanaman teh. Secara umum urutan
kerja persiapan lahan bagi penanaman baru adalah sebagai berikut :
1. Survey dan pemetaan tanah
Survey dan pemetaan tanah perlu
dilakukan karena berguna dalam me-nentukan sarana dan prasarana yang akan
dibangun seperti jalan-jalan kebun untuk transportasi dan kontrol,
pembuatan fasilitas air, serta pembuatan peta kebun dan peta kemampuan lahan.
2. Pembongkaran pohon dan tunggul
Pelaksanaan Pembongkaran pohon
dan tunggul dapat dilakukan dengan tiga cara berikut:
a.
Pohon
dan tunggul dibongkar langsung secara tuntas sampai keakar-akarnya, agar tidak
menjadi sumber penyakit akar bagi tanaman teh.
b.
Pohon
dapat dimatikan terlebih dahulu sebelum dibongkar dengan cara pengulitan
pohon (ring barking), mulai dari batas permukaan tanah sampai setinggi
1m. setelah 6-12 bulan, pohon akan kering dan mati. `tetapi cara ini memerlukan
waktu lebih lama.
c.
Pohon
dimatikan dengan penggunaan racun kimia atau aborosida seperti Natrium
arsenatatau Garlon 480 P. Pada cara ini kulit batang
dikupas berkeliling selebar 10-20cm, pada ketinggian 50-60 cm dari atas tanah,
kemudian diberikan racun dengan dosis 1,5 g/cm lingkaran batang. Pohon akan
mati setelah 6-12 bulan, yaitu setelah cadangan pati dalam akar habis. Batang
ditebang pada batang leher akar dan tunggul ditimbun sedalam 10 cm dengan
tanah.
3. Pembersihan semak belukar dan gulma
Setelah dilaksanakan pembongkaran
dan pembuangan pohon, semak belukar dibabat, kemudian digulung kemudian dibuang
ke jurang yang tidak ditanami teh, atau ditumpuk di pinggir lahan yang
akan ditanami. Sampah tersebut tidak boleh dibakar karena pembakaran akan
merusak keadaan teh, membunuh mikroorganisme tanah yang berguna, dan akan membakar
humus tanah, sehingga akan menyebabkan tanah menjadi tandus. Pembersihan
gulma dapat juga menggunakan bahan kimia yaitu herbisida dengan dosis yang
telah tercantum dalam merek dagang.
4. Pengolahan tanah
Maksud pengolahan tanah
adalah mengusahakan tanah menjadi subur, gembur dan bersih dari sisa-sisa akar
dan tunggul, serta mematikan gulma yang masih tumbuh. Areal yang akan ditanami
dicangkul sebanyak dua kali. Pencangkulan pertama dilakukan sedalam 60 cm untuk
menggemburkan tanah, membersihkan sisa-sisa akar dan gulma. Sedangkan
pencangkulan kedua dilakukan setelah 2-3 minggu pencangkulan pertama, dilakukan
sedalam 40 cm untuk maratakan lahan.
5. Pembuatan jalan dan saluran drainase
Setelah pengolahan selesai
selanjutnya dilakukan pengukuran dan pematokkan. Ajir/patok dipasang
setiap jarak 20 m, baik kearah panjang maupun kearah lebar. Dengan demikian
akan terbentuk petakan-petakan yang berukuran 20m x 20m atau seluas 400 m2.
Selesai membuat petakan
selanjutnya pembuatan jalan kebun. Dalam pembuatan jalan kebun ini hendaknya
dipertimbangkan faktor kemiringan lahan serta faktor pekerjaan pemeliharaan dan
pengangkutan pucuk. Dengan demikian jalan kebun dibuat secukupnya, tidak
terlalu banyak yang menyebabkan tanah terbuang dan tidak terlalu sedikit
sehingga menyulitkan pelaksanaan pekerjaan di kebun (Darmawijaya, 1977).
D. PEMBIBITAN
Tanaman teh dapat diperbanyak
secara generative maupun secara vegetative. Pada perbanyakan secara generative
digunakan bahan tanam asal biji, sedangkan perbanyakan secara vegetative digunakan
bahan tanaman asal setek berupa klon.Biji yang baik ditandai dengan beberapa
ciri, antara lain:
·
Kulit
biji berwarna hitam dan mengkilap.
·
Berisi
penuh, dengan isi biji berwarna putih.
·
Mempunyai
berat jenis yang lebih besar dari pada air, sehingga apabila dimasukkan kedalam
air akan tenggelam.
·
Mempunyai
bentuk dan ukuran yang normal.
·
Tidak
terserang penyakit, cendawan ataupun kepik biji.
Biji yang dipungut untuk
dijadikan benih adalah biji yang telah jatuh ke tanah, dikumpulkan secara
teratur setiap hari, benih yang digunakan adalah benih yang baik. Sebaiknya
biji segera disemai karena daya kecambah biji teh cepat menurun dan biji teh
mudah menjadi busuk.
1. Penyemaian biji
Persiapan
lahan untuk persemaian harus dilaksanakan 6 bulan sebelum penyemaian benih.
Tanah dibersihkan dan dicangkul sedalam 30 cm, ke-mudian dibuat bedengan.
Diantara bedengan dibuat saluran drainase untuk membuang kelebihan air.
Bedengan diberi atap naungan miring timur-barat dengan sudut kemiringan 300. Pengecambahan
biji dimaksudkan untuk memperoleh biji yang tumbuh seragam dan serempak
sehingga memudahkan pemindahannya kepersemaian bibit atau ke kantong
plastik.
2. Pemeliharaan dipersemaian bibit
asal biji
Untuk
memperoleh bibit yang baik, yang tumbuh subur dan sehat serta terhindar dari
gangguan hama dan penyakit, bibit dipersemaian harus dijaga dengan baik.
Pemeliharaan
bibit terdiri atas:
·
Penyiraman
·
Penyulaman
·
Penyiangan
·
Pemupukan
·
Pengendalian
hama dan penyakit
·
Pengaturan
naungan
3. Pemindahan bibit
ke lapangan
Setelah
bibit berumur dua tahun, benih yang mempunyai ukuran lebih besar dari pensil,
dapat dibongkar untuk dipindahkan ke kebun.
Cara
pembongkaran bibit adalah sebagai berikut:
·
Dua
minggu sebelum bibit dibongkar, batang dipotong setinggi 15-20 cm dari
permukaan tanah.
·
Bibit
dibongkar dengan cara mencangkul tanah disekitar bibit sedalam 60 cm,
selanjutnya dicabut dengan hati-hati, akar tunggang dan akar se-rabut yang
terlalu panjang bisa dipotong.
·
Bibit
ini disebut bibit stump, yang sebaiknya ditanam segera pada hari
itu juga di kebun yang telah dipersiapkan.
·
Bibit
yang ukuran batangnya lebih kecil dari pensil sebaiknya tidak di-gunakan.
Pertanaman
teh diarahkan pada cara memperoleh produksi yang tinggi dan berkualitas baik,
sehingga perusahaan perkebunan teh menjadi lebih efisien. Hal ini sulit dicapai
apabila digunakan bahan tanam asal biji. Karena biji merupakan hasil persilangan
yang dapat menimbulkan perubahan sifat pada keturunannya.
Pembibitan
menggunakan stek merupakan cara yang paling cepat untuk memenuhi kebutuhan
bibit dalam jumlah yang banyak, dan jenis klon yang di-tentukan dapat
dipastikan sifat keunggulannya sama dengan induknya. Untuk memperoleh
hasil pembibitan setek berupa setek bibit yang baik, diperlukan adanya
perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan yang baik dan tepat waktu.
Adapun
lokasi untuk pembibitan yang baik :
·
Lokasi
terbuka, drainase tanah baik dan tidak becek.
·
Dekat
dengan sumber air, untuk keperluan penyiraman.
·
Dekat
dengan sumber tanah, untuk mengisi polibag.
·
Lebih
baik bila lahan melandai kearah timur, agar mendapat sinar matahari pagi.
·
Dekat
dengan jalan agar memudahkan dalam pengawasan dan peng-angkutan ke lokasi yang
akan ditanami.
Media tanah untuk setek terdiri dari tanah
lapisan atas (topsoil) dan lapisan bawah (subsoil). Syarat-syarat
subsoil yang baik adalah mengandung liat yang relatif tinggi sehingga
dapat menahan ataupun menyerap air lebih lama, kan-dungan pasir tidak boleh
lebih dari 30%, dan bahan organik maksimal 10%. Serta pH ta-nah 4,5 – 5,6.
Mengingat pentingnya penggunaan media yang steril untuk persemaian guna untuk
membantu terciptanya bibit yang sehat dan layak untuk dikem-bangkan. Karena
suatu kondisi media persemaian merupakan salah satu faktor dalam menentukan
keberberhasilan ataupun kegagalan bibit yang dihasilkan.
Tanah disimpan selama 4-6 minggu dalam bangunan
penyimpanan, dan tanah harus tetap dalam keadaan lembab. Setelah disimpan,
ayaklah tanah menggunakan ayakan kawat yang berdiameter ± 1 cm. sebelum media
tanah di-masukkan kedalam kantong plastik, terlebih dahulu dicampur dulu dengan
pupuk, fungisida dan tawas.
Adapun pengambilan ranting stek atau stekres mulai
dapat diambil 4 bulan setelah pemangkasan. Tanda bahwa setekres matang
ialah apabila pangkal stekres sepanjang ± 10 cm sudah menunjukkan warna
coklat. ranting dipotong dengan pisau tajam. Satu stek terdiri dari satu
lembar daun dengan ruas sepanjang 0.5 cm diatas dan 3-4 cm dibawah
buku. Setek ditampung dalam satu tempat yang berisi air bersih. Stek tidak boleh
direndam lebih dari 30 menit. Dari satu ranting stek hanya digunakan bagian
tengahnya saja dan rata-rata diperoleh 3-4 stek yang baik untuk dijadikan
bibit.
4. Penanaman setek
·
Satu
hari sebelum setek ditanam, kantong plastik/polibag yang sudah berisi tanah
disiram dengan air bersih sampai cukup basah.
·
Setek
dicelupkan dalam larutan Dithane M 45 0,2% selama 1 menit dan Atonik 0,025%
selama 2 menit.
·
Setek
ditanam dengan mengarah daun ke tangan si penanam. Arah daun miring
ke atas dan tidak boleh saling menutupi satu sama lain.
·
Setelah
itu disiram kembali dengan air bersih secara hati-hati agar setekan tidak
goyah.
·
Bedengan
ditutup dengan sungkup plastik
·
Sungkup
plastik ditutup selama 3-4 bulan tergantung pertumbuhan bibit, dan hanya
dibuka untuk keperluan pemeliharaan saja setelah itu segera ditutup kembali
(setelah pemeliharaan selesai)
a. Jarak tanam
Dalam
penanaman, hal-hal yang harus diperhatikan adalah penentuan jarak tanam
yang tepat, pengajiran, pembuatan lubang tanam, teknik penanaman dan penanaman
tanaman pelindung yang diperlukan.
Menurut
Puslitbun Gambung (1992), jarak tanam yang dianjurkan adalah 120 x 60 x 60
cm.
Pembuatan
lubang tanam dilakukan 1-2 minggu sebelum dilakukan penanaman. Lubang tanam
yang dibuat tepat di tengah-tengah diantara dua ajir. Ukuran lubang
tanamnya adalah:
1.
Untuk
bibit asal stump biji: 30 cm x 30 cm x 40 cm.
2.
Untuk
bibit stek dalam kantong plastik: 20 cm x 20 cm x 40 cm.
b. Cara penanaman
1.
Menanam
bibit stump
Bibit stump biasanya ditanam pada
umur 2 tahun. Bibit ditanam dengan cara dimasukkan ke dalam lubang tanam,
persis di tengah-tengah lubang, dengan leher akar tepat dipermukaan tanah.
Selanjutnya lubang tanam ditimbun dan dipadatkan dengan diinjak. Bibit tidak
boleh miring dan tanah di sekitar lubang tanam diratakan.
2.
Menanam
bibit asal stek
Mula-mula kantong plastik disobek pada bagian
bawah dan sampingnya untuk memudahkan melepaskan bibit dari plastik. Ujung
kantong plastik bagian bawah yang telah sobek ditarik keatas sehingga
bagian bawah kantong plastik terbuka . selanjutnya bibit dipegang
dengan tangan kiri, disanggga dengan belahan bambu, kemudian dimasukkan
ke dalam lubang, sementara tangan kanan menimbun lubang dengan tanah yang
berada di sekitar lubang dengan menggunakan kored.
c. Pohon pelindung
Adapun untuk penanaman pohon
pelindung atau pohon naungan pertanaman teh terdiri atas pohon pelindung
sementara dan pohon pelindung tetap. Untuk dataran rendah dan sedang,
pohon pelindung sangat diperlukan oleh tanaman teh agar pertumbuhannya
baik. Jenis – jenis pohon pelindung, yaitu :
·
Pohon
pelindung sementara
Pohon pelindung sementara adalah
pupuk hijau seperti Theprosia sp. AtauCrotalaria sp. Penanaman
pohon pelindung sementara dilakukan setelah penanaman teh selesai. Kebutuhan
benih pupuk hijau tersebut adalah 10 kg-12 kg/ha.
·
Pohon
pelindung tetap
Penanaman pohon pelindung tetap
diutamakan untuk daerah dengan ketinggian kurang dari 1.000 m dpl. Penggunaan
pohon pelindung tetap bukan jenisLeguminoceae, ini tidak
dianjurkan. Jenis pelindung yang akan ditanam harus dipilih yang memenuhi
persyaratan sebagai pelindung, yaitu memilki mahkota yang baik,
perakarannya dalam dan kuat, dan resistensinya terhadap serangan hama atau
penyakit baik.
Agar pohon pelindung tetap
berfungsi baik pada tanaman teh, pohon pelindung harus sudah dapat melindungi
tanaman teh pada saat tanaman teh berumur 2-3 tahun. Untuk itu, pohon pelindung
sebaiknya ditanam satu tahun sebelum dilakukan penanaman teh.
F. PEMELIHARAAN
1. Pemeliharaan dan pemangkasan
Tanaman teh yang belum
menghasilkan mendapat naungan sementara dari tanaman pupuk hijau seperti Crotalaria
sp. atau Theprosia sp. Namun sementara ini biasa
ditanam selang dua baris dari tanaman teh, dan pada umur sekitar enam bulan
tingginya telah mencapai lebih dari satu meter. Agar tanaman pupuk hijau ini
tidak mengganggu pertumbuhan tanaman teh, perlu dilakukan pemangkasan.
Pemangkasan dilakukan pada tinggi 50 cm dan sisa pangkasan dihamparkan sebagai
mulsa disekitar tanaman. Pemangkasan tanaman pupuk hijau dilakukan setiap enam
bulan sekali yaitu pada waktu musim hujan. Jangan melakukan pemangkasan pada
musim kemarau karena pada saat itu tanaman teh muda membutuhkan naungan.
2. Pengendalian gulma
Pengendalian teh di perkebunan
teh merupakan salah satu kegiatan rutin yang sangat penting dalam pemeliharaan
tanaman teh. Populasi gulma yang tumbuh tidak terkendali, akan merugikan
tanaman teh karena terjadinya persaingan di dalam memperoleh unsur hara, air,
cahaya matahari, dan ruang tumbuh. Jenis-jenis gulma tertentu diduga pula
mengeluarkan senyawa racun (allelopati) yang membahayakan
tanaman teh.
Gulma akan menimbulkan
masalah besar terutama pada areal tanaman teh muda atau pada areal tanaman teh
produktif yang baru dipangkas. Hal ini sebabkan sebagian besar permukaan tanah
terbuka dan secara langsung mendapatkan sinar matahari, sehingga perkecambahan
maupun laju per-tumbuhan berbagai jenis gulma berlangsung sangat cepat.
Pengendalian gulma pada pertanaman teh bertujuan untuk menekan serendah mungkin
kerugian yang ditimbulkan akibat gulma, sehingga diperoleh laju pertumbuhan
tanaman teh dan produksi pucuk yang maksimal.
3. Pengendalian Hama dan
Penyakit
Penyakit cacar yang
disebabkan oleh jamur Exobasidium VexansMassaeberasal dari Assam,
India. Untuk pertama kalinya penyakit ini ditemukan di Indonesia pada tahun
1949, yaitu di perkebunan Bah Butong, Sumatera Utara. Sejak saat ini penyakit
cacar meluas ke hampur seluruh perkebunan teh di Indonesia, dan menjadi
penyakit yang paling merugikan, terutama untuk kebun-kebun teh di dataran
tinggi. Penyakit cacar dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai dengan
40% dan penurunan kuallitas teh jadi, yang ditandai berkurangnya kandungan
theaflavin, thearubigin, kafein, substansi polimer tinggi, dan fenol total
pucuk.
Intensitas serangan 28%
sudah dapat mengakibatkan penurunan kualitas teh jadi, sedangkan kehilangan
hasil baru dapat terjadi pada intensitas serangan 35%. Sampai saat ini
tindakkan pengendalian penyakit cacar yang paling umum dilakukan di kebun-kebun
teh adalah penggunaan fungisida sintetik, terutama fungisida tembaga, karena
dianggap sebagai suatu teknik pengendalian yang efektif, praktis, dan ekonomis.
Pada umumnya pekebun merasa puas dengan hasil yang diperoleh, sehingga kurang
memperhatikan dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari penggunaan fungisida
tembaga. Kenyataan bahwa penggunaan fungisida tembaga dapat memacu
per-kembangan populasi tungau atau Brevipalpus phoenicis(Martosupono,
1985).
Walaupun sampai saat ini terbukti
bahwa penggunaan fungisida tembaga merupakan cara yang paling efektif untuk
mengendalikan penyakit cacar, namun mengingat dampak negatif yang
ditimbulkannya, maka perlu dipertimbangkan untuk mulai menerapkan strategi
pengendalian penyakit cacar yang meminimalkan penggunaan fungisida sintetik
umumnya, dan fungisida tembaga khususnya, yaitu suatu strategi pengendalian
yang tidak hanya menggantungkan diri pada penerapan satu teknik pengendalian
penyakit saja, tetapi mengkombinasikan berbagai teknik pengendalian penyakit
yang sesuai dan kompatibel berdasarkan pertimbangan ekologi dan ekonomi, atau
yang disebut dengan pengendalian penyakit tanaman terpadu.
G. PEMETIKAN
Pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk tanaman teh
yang memenuhi syarat-syarat pengolahan. Pemetikan berfungsi pula sebagi usaha membentuk kondisi
tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan. Panjang
pendeknya periode pemetikan ditentukan oleh umur dan kecepatan pembentukan
tunas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Pucuk teh di petik
dengan periode antara 6-12 bulan. Teh hijau Jepang dipanen dengan frekuensi
yang lebih lama yaitu 55 hari sekali. Di samping faktor luar dan
dalam, kecepatan pertumbuhan tunas baru dipengaruhi oleh daun-daun yang
tertinggal pada perdu yang biasa disebut daun pemeliharaan. Tebal lapisan daun
pemeliharaan yang optimal adalah 15-20 cm, lebih tebal atau lebih tipis dari
ukuran tersebut pertumbuhan akan terhambat. kecepatan pertumbuhan tunas akan
mempengaruhi beberapa aspek pemetikan, yaitu: jenis pemetikan, jenis petikan,
daur petik, pengaturan areal petikan, pengaturan tenaga petik, dan pelaksanaan
pemetikan.
a. Istilah dalam pemetikan
Beberapa istilah perlu diketahui
baik dalam pemetikan maupun dalam menentukan rumus-rumus pemetikan.
Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:
·
Peko
adalah kuncup tunas aktif berbentuk runcing yang terletak pada ujung pucuk,
dalam rumus petikan tertulis dengan huruf p.
·
Burung
adalah tunas tidak aktif berbentuk titik yang terletak pada ujung pucuk dalam
rumus petik tertulis dengan huruf b.
·
Kepel
adalah dua daun awal yang keluar dari tunas yang sebelahnya tertutup sisik.
Sisik ini segera berguguran apabila daun kepel mulai tumbuh. Mula-mula tumbuh
daun kecil berbentuk lonjong, licin, tidak bergerigi, biasa disebut kepel
ceuli. Selanjutnya kepel ceuli diikuti oleh pertumbuhan sehelai daun kepel yang
lebih besar yang disebut kepel licin. Setelah daun-daun ini terbentuk, baru
diikuti oleh pertumbuhan daun yang bergerigi atau normal. Daun kepel ini dalam
rumus petikan ditulis dengan huruf k.
·
Daun
biasa/normal adalah daun yang tumbuh setelah terbentuk daun-daun kepel,
berbentuk dan berukuran normal serta sisinya bergerigi. Dalam rumus petik
ditulis dengan angka 1,2,3,4 dan seterusnya tergantung beberapa helai daun yang
terdapat pada pucuk tersebut.
·
Daun
muda adalah daun yang baru terbentuk tetapi belum terbuka seluruhnya, dan dalam
rumus pemetikan ditulis dengan huruf m mengikuti angka (1m,
2m, 3m).
·
Daun
tua adalah daun yang berwarna hijau gelap, terasa keras, dan bila dipatahkan
berserat. Dalam rumus pemetikan ditulis dengan huruf t mengikuti
angka (1t, 2t, 3t).
·
Manjing
adalah pucuk yang telah memenuhi syarat sesuai dengan sistem pemetikan yang
telah ditentukan.
b. Rumus pemetikan
Macam dan rumus petikan adalah
sebagai berikut:
·
Petikan
imperial: bila yang dipetik hanya kuncup peko (p + 0).
·
Petikan
pucuk pentil: bila yang dipetik peko dan satu lembar daun dibawahnya (p + 1m).
·
Petikan
halus: bila yang dipetik peko dengan satu lembar atau dua lembar daun burung
dengan satu lembar daun muda (p + 1m, b + 1m).
·
Petikan
medium: bila yang dipetik peko dengan dua lembar atau tiga lembar daun muda dan
pucuk burung dengan satu, dua atau tiga lembar daun muda ( p + 2m, p + 3m, b +
1m, b + 2m, b + 3m).
·
Petikan
kasar: bila yang dipetik dengan tiga lembar daun tua atau lebih daun burung
dengan satu, dua, tiga lembar daun tua (p + 3, p + 4, b + 1t, b + 2t, b + 3t).
·
Petikan
kepel: bila daun yang ditinggalkan pada perdu hanya kepel (p + n/k, b + n/k).
H. PASCAPANEN
Pengolahan
daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar secara
terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang memunculkan sifat-sifat yang
dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma yang baik
dan disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari empat
kelompok yaitu subtansi fenol (catechin dan flavanol),
subtansi bukan fenol (pectin, resin. vitamin, dan mineral),
subtansi aromatik dan enzim-enzim.
Daun teh yang dipetik, awal mula
melewati proses pelayuan yang memakan waktu 18 jam disebuah tempat berbentuk
persegi panjang bernama withered trough. Setiap 4 jam daun
dibalik secara manual. Masing-masing withered trough memuat 1
sampai 1,5 ton daun teh. Fungsi dari proses pelayuan ini adalah untuk
menghilangkan kadar air sampai dengan 48%.
Daun-daun teh yang sudah layu
kemudian dimasukan kedalam gentong dan diangkut menggunakan monorel
ke tempat proses berikutnya. Dari monorel daun-daun dimasukan ke mesin
penggilingan. 1 mesin memuat 350 kg daun teh dan waktu untuk menggiling adalah
50 menit. Setelah digiling, daun teh dibawa ketempat untuk mengayak. Proses
untuk mengayak ini terjadi beberapa kali dengan hasil hitungan berdasarkan
jumlah mengayak: bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, bubuk 4, dan badag.
Sementara itu hasil ayakan
terakhir yaitu badag tidak melewati proses fermentasi. Badag dan bubuk-bubuk
yang telah melewati proses fermentasi kemudian dibawa ke ruangan berikutnya
untuk dikeringkan. Lamanya proses pengeringan adalah 23 menit dengan suhu 100o C.
Bahan bakar untuk proses pengeringan ini adalah kayu dan batok kelapa untuk
rasa yang lebih enak.
Usai dikeringkan, daun dibawa
ke ruangan sortasi,. Ada 3 jenis pekerjaan yang dilakukan diruangan
sortasi. pertama, memisahkan daun teh yang berwarna hitam dan
yang berwarna merah dengan menggunakan alat yang disebut Vibro.
Kedua, memisahkanukuran besar dan ukuran kecil. Setelah semua
proses selesai dikerjakan maka teh harus diperiksa dahulu (quality control).
Bila daun tersebut memenuhi standar maka akan dikemas ditempat penyimpanan
sementara (disimpan didalam tong plastik berukuran besar). Bila sudah siap
untuk dipasarkan, contohnya di ekspor maka daun teh yang siap
dipasarkan tersebut akan dikemas kedalam papersack (Setyamidjadja,
2000).
DEMIKIAN ULASAN LENGKAP TENTANG BUDIDAYA TEH. SELAMAT BEKEBUN
DAN SEMOGA SUKSES. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar